Ketika
masih berdirinya kerajaan-kerajaan, Agama dipelajari dalam sebuah Ashram, yang
keadaannya sangat sederhana, dengan fasilitas yang seperlunya saja.
Disana
para siswa digembleng, tidak hanya belajar Agama, tetapi berbagai hal yang
diperlukan kelak. Juga eningkatkan watak dan ahklak, belajar bertanggungjawab,
meningkatkan kepekaan tentang perikemanusiaan, bagi yang ingin belajar menari,
kidung, belajar membaca, Palawakya dan lain-lain.
Pada
zaman kerajaan majapahit, menurut kitab Nagarakertagama, para empu mengajarkan
agama dibantu oleh Pemeget yaitu mereka yang sudah mahir dalam seluk-beluk
keagamaan. Lama-kelamaan Ashram menghilang dan pelajaran keagamaan diadakan di
rumah tinggal Wiku. Topik-topik atau bagian yang dianggap penting bagi
kehidupan, dijadikan topic pembahasan tersendiri, dicarikan kesamaan pendapat.
Seiring terjadi silang pendapat diantara para siswa kemudian saat itulah Wiku
menegahi perdebatan tersebut, berdasarkan logika memberikan pengertian, yang
lebih mendasar tentang artinya, tujuan, kebenaran, keadilan, kebaikan dan
keburukannya yang semuanya berasal dari Agama. Dengan demikian para siswa akan
mengerti dan ingin menerapkannya dalam hidupnya.
Menghadapi
kemajuan dunia disemua bidang kehidupan, umat Hindu tidak mau ketinggalan,
terutama bagi generasi-generasi yang akan datang.
Lalu
bagaimana metodologi yang seharusnya dilakukan ? Beberapa metodologi yang
pernah dilakukan dalam bentuk Ashram, di Griya-griya, memang sangat baik.
Tetapi
untuk lebih mampu menerimah siswa yang jumlahnya semakin besar dalam berbagai
cabang ilmu, fisik dan spiritual, bentuk pendidikan Universitas dan Institut,
akan mampu mengatasi tantangan zaman sekarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar