Sabtu, 26 Januari 2013

UPACARA ATMA WEDANA


1.      PENGERTIAN UPACARA ATMA WEDANA
Istilah upacara atma wedana kurang popular ditelinga masyarakat umat hindu di bali. Upacara atma wedana lebih popular dengan istilah upacara nyekah, memukur, ngeroras, maligia dan lain-lainnya .sesungguhanya semua istilak tersebut memiliki makna yang sama dalam upacara agama hindu.
2.      LIMA MACAM UPACARA ATMA WEDANA
a.      Ngangsen
b.      Nyekah
c.       Memukur
d.      Maligia
e.      Ngeluwer
3.      UPACARA SRADDHA DAN ATMA WEDANA
Menurut pendapat beberapa ahli seperti DR Martha . A Musses, DR W.F. Stuterheim, DR A. J. Bernt kempers .Tjan Tjoe Siem yang menyatakan bahwa upacara. Memukur atau atma wedana di kalangan umat hindu di bali sangat identik dengan upacara sraddha dikalangan raja-raja hindu di jawa pada masa lampau.
Menurut Lontar Negara Kertagama upacara Sraddha adalah proses upacara kematian pada tahap kedua bagi raja-raja hindu di jawa pada masa yang lampau. Upacara sraddha ini umumnya dilangsungkan setelah dua belas tahun upacara pengabenan atau pembakaran jenazah sang raja
4.      TAHAPAN UPACARA ATMA WEDANA
Meskipun konsepsi upacara atma wedana sudah sangat jelas, namum tatacara melakukan upacarac atma wedana dalam masyarakat umat hindu di balisangat berbeda-beda.perbedaan  itu disebabkan oleh karena perbedaan kerbedaan umat hindu itu sendiri seperti perbedaan kemampuan, perbedaan pemahaman, kesiapan tenaga waktu dan perbedaan budaya local dimana upacara atma wedan tersebut dilakukan.
5.      NGAJUM PUSPALINGA
Upacara ngajum puspa linga diawali dengan upacara mendak linga yaitumemohon kepada sang siwatma yang sudah menjadi sang pitara karena sudah diaben untuk bersthana di puspa linga yang akan dibuat. Linga yang dipendak ini akan dibuatkan symbol sthananya yang disebut puspa linga. Linga itu lambing purusa sedangkan puspa sebaagai sthananya adalaha lambang pradhana.
6.      UPACARA NGESENG PUSPA LINGA
Upacara mapurwa daksina bertujuan mensthanakan sang pitara dib alai payajnan atau disebut juga petak pada tempat yang paling atas. Setelah sang pitara disimbolkan bersthana di balai payajnan tibalah saatnya dilangsungkannya upacra pokok atau inti untuk sang pitara.





7.      UPACARA NYEGARA GUNUNG
Setelah upacara memukur selsai maka atma orang yang diupacarai disebut telah mencapai alam dewa atau disebut sang siddha dewata. Siddha dalam bahasa sansekwrta artinya tercapai atau berhasil.dewata artinya para dewa

8.      MAKNA SOSIAL PSIKOLOGIS UPACARA MEMUKUR.
Upacara atma wedana yang lebih popular dengan upacara memukur, nyekah atau ngeroras sesungguhnya tidak hanya bermakna untuk yang telah meninggal. Namun memiliki juga makna bagi keluarga mereka yang masih hidup. Melangsungkan upacara atma wedana itu hendaknya jangan mentok ditataran simb

Metode Mengajarkan Agama



            Ketika masih berdirinya kerajaan-kerajaan, Agama dipelajari dalam sebuah Ashram, yang keadaannya sangat sederhana, dengan fasilitas yang seperlunya saja.
            Disana para siswa digembleng, tidak hanya belajar Agama, tetapi berbagai hal yang diperlukan kelak. Juga eningkatkan watak dan ahklak, belajar bertanggungjawab, meningkatkan kepekaan tentang perikemanusiaan, bagi yang ingin belajar menari, kidung, belajar membaca, Palawakya dan lain-lain.
            Pada zaman kerajaan majapahit, menurut kitab Nagarakertagama, para empu mengajarkan agama dibantu oleh Pemeget yaitu mereka yang sudah mahir dalam seluk-beluk keagamaan. Lama-kelamaan Ashram menghilang dan pelajaran keagamaan diadakan di rumah tinggal Wiku. Topik-topik atau bagian yang dianggap penting bagi kehidupan, dijadikan topic pembahasan tersendiri, dicarikan kesamaan pendapat. Seiring terjadi silang pendapat diantara para siswa kemudian saat itulah Wiku menegahi perdebatan tersebut, berdasarkan logika memberikan pengertian, yang lebih mendasar tentang artinya, tujuan, kebenaran, keadilan, kebaikan dan keburukannya yang semuanya berasal dari Agama. Dengan demikian para siswa akan mengerti dan ingin menerapkannya dalam hidupnya.
            Menghadapi kemajuan dunia disemua bidang kehidupan, umat Hindu tidak mau ketinggalan, terutama bagi generasi-generasi yang akan datang.
            Lalu bagaimana metodologi yang seharusnya dilakukan ? Beberapa metodologi yang pernah dilakukan dalam bentuk Ashram, di Griya-griya, memang sangat baik.
            Tetapi untuk lebih mampu menerimah siswa yang jumlahnya semakin besar dalam berbagai cabang ilmu, fisik dan spiritual, bentuk pendidikan Universitas dan Institut, akan mampu mengatasi tantangan zaman sekarang.
           

MENYADARI BAHWA APAPUN YANG TELAH TERJADI YANG SEDANG TFRJADI DAN YANG AKAN TERJADI ADALAH BUAH DARI KARMA



Seorang hindu meyakini karmapbala, yang juga merupakan salah satu bagian dari panca sraddba. Karmapbala  artinya buah dar atau hasil dari perbuatan.karma artinya perbuatan. Pbala artinya buah atau hasil. Kata pahala berrasal dari kata phala ini
Perbuatan yang baik akan berbuah yang baik. Dan perbautan yang buruk akan berbuah yang buruk. Sehingga kehidupan ini akan berjalan dengan adil karena setiap perbuatan akan membuahkan hasil yang sepadan.
Tetapi kalau kita melihat kehidupan untuk jangka pendek saja, katakan seumur kita saja, di saat-saat yang tidak menguntungkan kita bisa saja tergelincir dan berpikir bahwa hidup ini adil. Misalnya pada situasi di mana telah berusaha  selalu berbuat baik seumur hidup, tapi nasib buruk terus mendatangi kita dan lahir hingga dewasa atau tau.
Mudah untuk mengatakan dahwa kita memahami hukum karmapbala apabila perut kita kenyang, tinggal di rumah yang nyaman, bersekolah atau bekerja  di tempat  yang baik dan memiliki banyak teman. Tetaip bail  lahir di keluarga miskin, harus bekerja di usia muda sementara teman sebaya masih bersenang-senang di sekolah, selalu dipandang sebelah mata oleh orang lain dan berteman dalam lingkungan yang buruk, hukum karmapbala bisa terdengar seperti omong kosong saja. Dongeng.perlu upaya keras dan sejumput anugrah untuk dapat memahaminya, andainya kita harus berjibaku dalam situasi seperti ini
Tetapi apakah kita mampu melihat  kehidupan ini secara utuh atau tidak, apakan kita membenci kehidupan atau tidak, hukum karmapbala tetap berjalan dan kita tetap harus menerimanya
Jika kita mau perjalah lebih jauh kita akan tahu bahwa ada tiga pbala karma itu, yaitu; sancita, prarbda dan kriyamana.
Sancita artinya pbala dari perbuatan kita dalam kehidupan terdahulu yang belum habis dinikmati dan masil merupakan benih yang menentukan kehidupan kita sekarang. Prarabda artinya pbala darinpenbuatan kita pada kehidupan ini juga tanpa bersisa. Dan kriyamana artinya saat berbuat sehingga harus diterima pada kehidupan mendatang.
Jadi kalauk yang dalam hidup kita saat ini di mana kita selalu berusaha melakukan hal baik tetapi nasib kita terasa buruk, itu pastilah karena sancita karma kita yangn buruk yang suka atau tidak harus kita terima sakarang atau jika kita melihat ada orang yang selalu melakukan hal yang buruk, kita merampas hak orang lain, bersikap kasar dan sebagainya, tetapi nasib baik sekolah selalu merangkulnya, pastilah itu kerana sancita karmayang baik, dan dia sedang menikmatinya sekarang. Yang dia tidak sadari adalah bahwa sancita karma yang baik tadinbisa habis, sementara dia tidak juga menabung karma baik untuk kehidupannya mendatang
Karmapbala ini sesungguhnya membuat kita menjadi sangat dinamis. Kita menentukan nasib kita sandiri. Kembali, kita harus bertanggung jawab pada diri kita sendiri. Apakan hal yang baik atau yang buruk yang akan terjadi pada diri kita, itu adalah hasil perbuatan kita sendiri. Bisa jadi penbuatan itu telah kita lakukan di kehidupan yang lalu, atau baru saja kita perbuat di kehidupan yang sekarang. Yang pasti adalah perbuatan baik yang kita lakukan sekarang, apabila belum kita rasakan manjda kriyamana, yang pbala-nya akan kita nikmati dalam kehidupan kita selanjutnya.
Bagaimana dengan bencana alam? Begitu banyak bencan yang terjadi di muka akhir-akhir ini, gempa bumi, tunami, letusan gunung berapi, banjir, apakan semua orang yang terkena bencana itu berarti sedang menima karmapbalanya?
Kalau saya disuruh menjawab, saya akan jawab: ya dalam kadar masing-masing setiap orang yang terlibat dalam sebuah bancana, baik sebagai korban maupun sebagai relawan, mereka sedang menjalani karmapbala masing-masing. Kita penrnah tahu apa yang telah dilakukan seseorang dalam kehidupannya yang lalu. Jangankan orang lain, bagaimana kehidupan kita sebelum dipenuhi ketidaktahuan semacam itu, kita tidak bisa memberi peniliaian dengan hanya berdasar pada pada apa yang kita lihat saat ini
Seandainya kita diberi kesempatan untuk mereview kembali kehidupan kita sebelumnya, kita akan menyadari bahwa segala sesuatu yang tejadi pada kita sekarang hanyalah buah dari perbuatan yang kita lakukan dahulu tidak ada yang bisa lepas dari hukun karmapbala ini. Bahkan avatara krishna, seperti dikisahkan dalam mahabarata, harus meninggal melalui bidikan panah seorang pemburu yang bernama jara  avatara krisna tetap harus membayar karmanya karena telah ikur campur dalam perang bharata (bharata yuda) . sebagai avatara, beliau pun tetap harus mengikuti karma. Apalagi kita yang hanya manusia biasa
Menyadari hal ini membuat kita tidak akan pernah menyesali kehidupan. Seperti yang saya katanya sebelumnya memahami karmapbala ini perlu usaha dan anugrah. Apabila kita mampu memahaminya, maka kita selanjurnya dapat hidup dalam kesadaran. Sadar bahwa kita bertanggung jawab atas apa yang  pada diri kita. Sadar bahwa sesungguhnya kita tengah hidup kita sendiri sepiat saat kita melewati jalan kehidupan ini
Apabila kita menyadari hal itu sepiat saat, setiap waktu maka hidup dapat menjadi suatu perayaan. Tidak akan pernah ada sesal. Kita tahu bahwa setiap saat kita berhadapan pada pilihan-pilihan. Kita harus membuat pilihan, dan hasil pilihan kita itu pula yang akan kita nikmati
Kemudian blia kesadaran itu selalu menyelimuti, hasilnya kita akan menjadi manusia yang dewasa dan menjadi manusia yang selalu dapat bersyukur atas segala apa yang terjadi

HARI RAYA SIWARATRI



TATACARA PELAKSANAAN UPACARA SIWARATRI
1.      Pengertian siwaratri adalah hari suci untuk melaksanakan pemujaan ke hadapan hyang widhi wasa-tuhan yang maha esa dalam perwujudannya sebagai sang hyang siwa. Hari siwaratri mempunyai makna khusus bagi umat manusia. Karena pada harintersebut sang hyang siwa beryoga. Sehubungan dengan itu umat hindu melaksanakan kegiatan yang dalam usaha menimbulkan kesadaran diri (atutur ikang atam ri jatinya). Hal itu diwujudkan dengan pelaksanaan brata berupa upawasa, monabrata dan jagra. Siwarwtri juga disebut hari suci pajagran.
2.      Waktu pelaksanaan
Siwaratri jatuh pada hari catur dasi krsna paksa bulan magha (panglong ping 14 sasih kapitu)
3.      Brata siwaratri
Brata siwaratri terdiri dari:
1.      Utama, melsksanakan:
1.      Monabrata (berdiam diri dan tidak berbicara).
2.      Upawasa (tidak makan dan tidak minum).
3.      Jagra (berjaga, tidak tibur).
2.      Madhya, melaksanakan
a. Upawasa.
b. Jagra
3.      Nista, hanya melaksanakan
a.      Jagra
4.      Tata cara melaksanakan upacar siwaratri
1.      Untuk sang sadhaka sesuai dengan dharmaning kawikon
2.      Untuk walaka, didahului dengan melaksanakan suci aksana (mapaheningan) pada pagi panglong ping 14 sasih kapitu. Upacara dimulai pada hari menjelang malam


ARTI DAN MAKNA SIMBOLIS UPACARA NGABEN MAKNA UPACARA NGABEN



Konsepsi sarira yang digunakan sebagai landasan filosofis upacara ngaben adalah konsepsi sarira menurut wrhaspati tattwa. Menurut wrhaspati tattwa diselubungi oleh tiga sarira yang disebut tri sarira. Sarira yang paling kasar disebut sthula sarira lebih halas dari sthula sarira adalah suksma sarira. Lebih halus dari suksma sarira adalah antah karana sarira. Upacara ngaben adalah melepaskan atman dari ikatan atau selubung sthula sariria. Upacara ngaben ini juga disebutupacara pitra yajna untuk tahap pertama. Kalau dalam upacara ngaben itu ada jazad orang yang meninggal maka upacara ngaben itu dikubur terlebih dahulu untuk beberapa lama, setelah itu barulah belulangnya diambil dari kuburannya dalam rangka. Upacara ngaben yang demikian itu disebut asti wedana. Arti istilah ngaben itu dijelaskan oleh renward branstetter dalam bukunya yang berjudul ”akar kata dan kata dalam bahasa-bahasa Indonesia” buku tersbut telah diterjemahkan oleh sjaukat djajaningrat tahun 1957. Dalam buku tersebut dinyatakan kata ngaben berrasal dari bahasa bali dari asal kata “api”. Kata :api” ini mendapat prefek sengau “ng” dan suffik “an”, dari kata api menjadi “ngapian”
Jenis upacara ngaben
1 sawa preteka
Upaca ngaben ini dari segi bentuk upacaranya merupakan ngaben yang paling besar secara sekala menurut lontar sunari gama pengabenan. Dalam lontar tersebut dinyatakan bahwa ngaben sawa preteka ini arah sorga yang dituju disebutkan “ring daksina” artinya di selatan
2 sawa wedana
Menggunakan dammar angenan, pengawak kayu cendana, sorgania ring pascima (barat), dewatanya dewa maha dewa, dedarinya dewa sulasih, wikunya bhagawan kanwa, tirthanya merta kundalini, gamelan gong tromping, dammar angenan, boleh pakai wadah atau bade dan dammar kurung
3 Pranawa
Boleh menggunakan wadah dan juga boleh tidak, pakai banten teben, dammar kurung dan petulangan. Pengawak tirtha. Cukup pakai bale salunglung, sorganya ring uttara dewatanya dewa wisnu, dedarinya dewa tunjung biru wikunya bhagawan jenaka. Tirthanya merta pawitra.gamelannya saron
4 ngaben swasta
Tidak menggunakan wadah atau bade. Tidak menggunakan dammar kurung, tanpa banten teben maupun petetulangan. Saji lengkap dengan nasiangkrb
5 ngaben mitra yajna
Dari segi upacara ngaben inilah yang paling sederhana. Namun dari segi spiritual paling utama. Ngaben ini jarang dianjurkan oleh para pandita kecuali lda pedanda made sidemen dari geria taman sanur